Hampir 90% supir
taxi di negri Gingseng ini adalah ABG tua alias ahjuma & ahjusi (red:
kakek-nenek) yang mayoritas umurnya diatas 48 tahun. Bisa dilihat dari kulitnya
yang sudah mulai menggelambir dan
gerakan tangannya pada saat memegang sesuatu yang mirip orang keracunan viagra,
gemeter. Artinya sistem pengelolaan SDM di negeri ini sangatlah bagus.
Pemerintah masih memberi kesempatan untuk warganya yang sudah pensiun untuk
tetap bekerja dan hidup mandiri, yang justru hal ini malah merepotkan
turis-turis keceh macam saya.
Jangankan untuk berbicara, membaca huruf abjad pun rata-rata dari mereka tidak
bisa. Kebanyakan dari mereka hanya menguasai huruf hangeul atau aksara korea. Yang bikin stresnya lagi pas saya
pertama kali mendarat dengan comel di
negeri ini. Bingung dengan alamat
tujuan, akhirnya saya putuskan untuk naik taxi;
“Hello sir, I’d
like to visit sorae, so, do you know where’s that place? Could you please take
me there?” (sambil saya sodorin foto lokasinya)
“*%&^#Q%*&^$Q#&%^)*Q#&%^&%#Q&%^^*#%^^%&#^%&^Q^%(Q#%Q#….come
in.
(saya nggak paham apa yang
diomongin dan yang saya tangkap dari congor-nya
Cuma kalimat terakhir, “COME IN”.) artinya doi nyuruh saya masuk dan saya anggap
doi tau lokasinya.
“Emmm… sir, could you estimate the
time how long then?”
“%*&@^^*%&*(@^@&%(*%^%@^%&@^%*&@^%(@*”
(serah loe deh nyrocos apaan gue nggak paham, English wooyy…)
Setelah sekitar 1 jam perjalanan
akhirnya si supir taxi menghentikan mobilnya dan ngomong, “here..here”.Yeeaaayy!! finnaly saya sampai di Sorae. But wait, it’s not Sorae looks like,
it’s different with the picture.
Nggak yakin dengan tempat tujuan
arahan sang supir taxi, saya kemudian bertanya sama orang yang kebetulan lewat disekitar. Saya akui orang Asia memang terkenal supel dan baik hati. Mereka
mati-matian membantu saya bahkan sampai dipanggilkan polisi untuk di antar ke
tempat tujuan. Selang 10 menit dua orang polisi berperawakan lugu datang, dengan gaya
sok pahlawan keduanya menghampiri kami yang sudah mirip turis buangan karena
memang sudah seharian nggak mandi, capegh
+ betegh karena sudah ketipu supir taxi bangke!
*sambil pegang hape bergambar
lokasi tujuan kami*
“#&*%^%*#Q^%&^#&%^#(%&^&%Q(#^%”^%(*^*#&Q^%(*%^Q#*&%^#&*%^#(%*&^#(*%#^%*&^#%(*&^%*#&%^(*&%^(*&%^#&%^Q#(*&%^#%*^%(*^%@*&%^(*%^#Q*&%^(*%&^&#”
WOOYY!! Gue butuh loe disini buat
bantu kami, bukan ngomong nggak jelas yang hanya loe dan temen loe doang yang tau apa yang loe
omongin. Pffttt…..
Nyerah karena kami berdua sudah tidak sepaham, tidak cocok lagi
dalam hal komunikasi akhirnya pak polisi lugu mengantarkan kami menuju kereta
bawah tanah dan finnaly saya nggak jadi ke Sorae dan hanya Bobogh mandjah dikamar hotel.
Nggak hanya
disitu saja, lost in translation juga saya alami saat berada di Seoul. Sebut
saja mawar, adalah gadis yang ngakunya mirip Paris Hilton (tapi ini versi
hardcore-nya) yang sekaligus travelmate saya, pernah bilang “All the bad stuff
that happens on a trip makes for wonderful memories and stories to share with
your friends”.
Jadi, setiap hal
buruk yang terjadi saat traveling itu bisa jadi kenangan yang indah. Seperti
kenangan saya saat lagi nyasar didaerah Hongdae. Saat itu saya dan travelmate
saya puas melampiaskan nafsu jelong-jelong kami di pulau Nami. Betek karena
gagal ke Petite France akhirnya kami putuskan untuk menghabiskan malam kuliner
didaerah Hongdae sembari menikmati gemerlap malam kota Seoul, kali aja
apes-apesnya bisa ketemu anggota SNSD lagi jajan kimchi(L) di pinggir jalan.
BEHAhahaha…….
*ngakak genderuwo kesurupan pocong*
"Oke!! Kita kemana
enaknya", tanya mawar. “udah kita jalan aja dulu” jawab saya sekenanya. Karena
bingung kemana dan nggak tau ini daerah apa akhirnya saya ikutin arah kaki
mawar melangkah. Setiap ketemu belokan saya selalu tanya, “kemana? Kiri atau
kanan?”, sembari menatap saya, mawar berkata “kiri”.
Dari matanya seolah berkata; trust
me! I know this city like the back of my hand, just stay beside and keep on
walk, oke!. sayapun
pasrah mengikuti naluri mawar dengan penuh keyakinan. Hampir dua jam kami berjalan namun tak menemukan arah dan tujuan. Hanya terdapat hiruk pikuk
kimchi-kimchi bertebaran. Ada yang cepokan, ada yang cepokan lagi, dan ada juga
yang cepokan lagi dan lagi.*mewek*
Karena kaki sudah mulai merengek capek, jalanan juga becek, nggak ada
ojyek, dan perut yang sudah mulai bergejolak karena kekenyangan (makan angin).
Akhirnya kami berhenti disebuah warung untuk makan sembari mencari solusi
menemukan jalan pulang, kali ini TANPA BERTANYA!! Karena saya pikir juga percuma kalau
bertanya, mereka (orang korea) nggak ada yang bisa ngomong bahasa Jawa. Ottoke……???
Rasanya badan ini udah mulai lepek mirip pembalut yang nggak kering 3 hari dan kaki yang udah mulai gemeter karena capek berjalan. Akhirnya kami
putuskan untuk kembali ke hotel. Kami kembali menysuri jalanan yang tadinya
kami lewati, belok kiri, lurus dua blok belok kanan lurusss, sampai pertigaan
sampai! Iya sampai ditempat yang sama lagi. FAAK!! saya nyasar!!. Sejenak saya
teringat pesan Trinity di Buku “Naked traveler” jika mendapati tersesat saat
traveling yang harus kamu lakukan pertama kali adalah tenang, karena
dengan pikiran tenang akan bisa berfikir
jernih dan bisa mencari solusi. Oke! Fine saya tenang, saya berhenti sejenak
mengambil nafas karena ngos-ngosan jalan kaki, sekalian berteduh karena pada
saat itu hujan deres pakek banget. Bego-nya
lagi kami lupa menyimpan alamat hotel yang terdapat di email dan saya nggak punya
internet akses selama di Korea (mikir cyin!, 1GB aja harganya 300rb). Sekalinya
dapat wifi gretong dari café
buru-buru saya capture. Kamipun menyerah dan dengan terpaksa bertanya sama orang lewat, sekalinya dapet orang untuk
ditanyain dia-nya nggak bisa bahasa inggris, 9 taxi saya hentikan, berdalih
bisa terbantu dengan GPS yang ada di taxi akan lebih mudah menemukan alamat
hotel. Dan kesembilan taxi menjawab dengan isyarat tangan melambai, Shit!!.
Mulut saya
serasa berbusa, kuping saya juga mulai keluar conge’ karena mereka terlalu
sakau dengan bahasanya sendiri dan nggak pernah ngertiin bahasa saya. Peuriiihhhh……
waktu menunjukkan pukul 11 malam dan kami masih terkatung-katung disudut kota Seoul tepatnya di daerah Hongik dan hujan pun turun semakin deras. tak mau termenung meratapi nasib, kamipun tetap berjalan mengikuti arus jalan. sampai akhirnya kami mendapati kerumunan orang sedang menonton layaknya pertunjukkan konser, rame gilak. setelah kami telusuri, menyeruak kedalam kerumunan ternyata ada aktivitas syuting drama Korea yang sedang berlangsung, dan kamipun sempat bertemu artisfiguran idola, Aigoo...!!. bahkan ada juga kami mendapati sebuah konser kecil yang dipentaskan anak-anak muda yang lumayan seru untuk menghibur hati yang sedang kalut karena kesasar. huvt!!. Mungkin ini yang dimaksud mawar bahwa; "All the bad stuff that happens on a trip could be wonderful memories and stories when we get lost, iya, GET LOST!!.
waktu menunjukkan pukul 11 malam dan kami masih terkatung-katung disudut kota Seoul tepatnya di daerah Hongik dan hujan pun turun semakin deras. tak mau termenung meratapi nasib, kamipun tetap berjalan mengikuti arus jalan. sampai akhirnya kami mendapati kerumunan orang sedang menonton layaknya pertunjukkan konser, rame gilak. setelah kami telusuri, menyeruak kedalam kerumunan ternyata ada aktivitas syuting drama Korea yang sedang berlangsung, dan kamipun sempat bertemu artis
Si Mawar yang lagi kepo-in dua polisi lugu.
ketemu artis figuran idola lagi syuting
Moral story:
Berbicara karena
tak saling memahami bahasa satu sama lain memang terkadang menyenangkan, tak
harus kita memahami apa yang terucap, yang terpenting kita memahami isyarat
yang ditunjukkan itu saja cukup. Kebanyakan orang Korea yang saya temui sangat
baik. Meskipun kebanyakan dari mereka tidak memahami English namun mereka tetap
bersikeras berbicara dengan bahasanya walaupun mereka tau bahwa lawan bicaranya
tak memahami apa yang diucapkannya. Seperti Ahjuma
yang saya temui kala menginap di Jeju Island. Tante-tante ini nggak paham sama
sekali bahasa Inggris, bahkan kalimat “Yes/No”
pun dia nggak ngerti, namun ketika saya datang, tante ini menyambut kami di
hostel dan tanpa segan memeluk, kemudian mempersilahkan masuk, menjelaskan
peraturan Hostel (yang jelas dengan bahasa korea) yang dia tau bahwa saya nggak
bakal ngerti apa yang diucapkannya. Tapi tetap saja dia ngotot nyerocos dan saya hanya membalas dengan
isyarat manggut dan geleng. Over all
saya mengerti apa maksud dari si tante. Pada intinya bahasa bukan sebuah
kendala untuk kita berkomunikasi maupun untuk beradaptasi. Justru dengan
keruwetan bahasa inilah yang terkadang membuat kita untuk cepat beradaptasi
yang mau tak mau harus kita hadapi. Cara belajar cepat adalah dengan
keterpaksaan.
*kemudian kita wefie* cekreeeeekk……
No comments:
Post a Comment