WHAT THE HELL!!
SHIT!!
OH, DAMN!!
WHAT THE FU*K!!
Sepucuk kalimat santun inilah yang tercetus dalam
relung hati saya ketika kaki saya menapak sebuah tepi jurang. Jurang ini bukan
sembarang jurang, bukan pula jurang-jurang yang sering kita jumpai kala mendaki
gunung, karena jurang ini terdapat disebuah goa yang gelap dengan hanya
petromak sebagai alat penerangan satu-satunya. Adalah Goa Embultuk yang berada
dikawasan Blitar tepatnya di desa Tumpak kepuh, kecamatan Bakung (Searah dengan
pantai Tambak Rejo).
Mungkin, tak banyak orang yang mengetahui keberadaan goa
ini. Karena letaknya yang nyumpil kayak upil dan tak terlihat oleh kasat mata.
Namun, ketika memasukinya pengunjung
akan dibuat tercengang oleh pesona goa ini.
Goa
Embultuk merupakan goa alam yang didalamnya penuh dengan stalagmit dan
stalagtit. Dengan panjang goa yang mencapai 1,5km dan tinggi mencapai 3 meter.
Bruuummm……brruummmmm….bruuummmm….
Cciiiiiiiittttttttttttttttt……………..!!!.
KRROMPYAAAAANNNNGGG…………………!!!!
Kami mendarat dengan gagah berani tepat dimulut goa
sekitar pukul 4 sore. Tanpa basa-basi, kamipun (Saya, Hans, dan Tia) dengan comel menggali informasi mengenai goa
ini melalui Emak-emak Pedagang kaki
lima disekitar goa.
Kami :
*^!*&^%@&%^#$@&*$@$&...??
Emak-Emak PKL : &%*^&(%)(^%&*^%(^%(*^
Kami :
%&^%^&%^#&%^@&..?
Emak-emak PKL : *&#*^@*^%&^%&%^(*&#^&^%@&
Saking comel-nya,
percakapan kamipun tak sempat terekam bahkan oleh tape recorder sekalipun.
Setelah percakapan comel
itu selesai, tiba-tiba muncul sesosok pemuda yang sangat luar biasa
mengendarai motor dengan membawa sebuah petromak ditangan kirinya. Dengan
tatapan sok cool mirip Al Ghazali di iklan men’s biore pemuda itu mendekati kami dengan gagahnya bak seorang sapiteng yang membawa pedang panjang.
KAPITEN!!, keuluesss….
Dalam hati Saya bertanya-tanya, “Siapakah Kisanak
ini?”
Disaat kegelisahan kami yang semakin memuncak karena
penasaran akan siapa sosok pemuda ini, dan Si Hans yang juga udah mulai
kepanasan karena nggak tahan akan kegagahan pemuda misterius ini bak banci
kesiram segalon Spirtus. Tiba-tiba, Si emak memecah kebuntuan kami,
“Naaahhhhh, ini orangnya! Kalian nanti akan masuk goa
didampingi mas-nya ini”. Oouuugghhh….,ternyata doi seorang guide. Kiraan aktor telenovela. #datar
Sempet terjadi cek-cok antara kami dan emak-emak PKL
karena biaya tour goa yang terlalu mahal (bagi kami). Kamipun mencoba menawar
dengan imut memasang wajah pussypig,
“30 ribu ya, mak?” kami menawar dengan nada polos,
sepolos cewek-cewek pesantren.
“Nggak boleh mas, 40 ribu”. Si emak nyolot!”
“30 RIBU”
“40 RIBUU!!!”. *mata membelalak*
“30 RIBU!”
“NGGAK BISA, KALAU MAU 40 RIBU, TITIK!!!
Akhirnya, ke-imut-an kami pun kalah dengan keganasan emak-emak
yang tetep keukeuh pada harga awal. Yasudahhlahh,
namanya juga emak-emak. Akhirnya disepakati harga tour goa ini sebesar 40 rebong.
Kami bertiga bergegas melepas pakaian dan sepatu nge-moll
kami, bersiap memasuki goa. Nggak kece donk kalau sepatu gahol kami harus bermandikan lumpur. #eeeaakk
Blub…bleegg…beeegg…beeggg…
WHAT THE HELL!!. Saya kaget karena ketinggian air di goa
ini cukup dalam hingga mencapai dada. Selain itu, tanah di goa ini tidak hanya
berupa lumpur, melainkan juga batu-batuan goa yang licin dan runcing, bahkan
permukaannya pun tidak merata, sehingga membuat kaki nyeker kami merintih kesakitan kala melintas pada area bebatuan
tersebut. Selain itu, kami harus jongkok, merayap dan merambat melewati
kedalaman goa, karena tak semua atap goa memiliki ketinggian yang sama, bahkan semakin
dalam goa semakin sempit dan oksigen pun semakin berkurang. Belum lagi kami
harus memondong ransel diatas kepala
sambil terus berjalan menyusuri goa. Tia yang biasanya berprofesi sebagai gadis
tomboy akhirnya tumbang juga. Tangannya nggak bisa lepas dari genggaman seorang
guide yang diketahui bernama Paito
tersebut. Kami semakin panik ketika Mas Paito bilang kalau kita hanya memiliki
waktu 1 jam untuk menyusuri goa. Karena petromak yang digunakan hanya cukup
untuk waktu itu. DAMN!!.
“Petromak ini merupakan alat penerangan kami
satu-satunya di goa yang gelap ini. Jika kemudian petromak ini padam, lantas
bagaimana kami keluar dari goa ini, bagaimana pula kami menemukan jalan keluar
dari goa ini”. *mulut komat-kamit sambil baca mantra*
Belum usai kepanikan saya akan nasib petromak, didepan
jalan kami dihadapkan dengan rute goa yang ekstrem. Karena tepat dibawah kami
berjalan adalah sebuah palung goa (menjurus ke jurang) dengan kedalaman
mencapai 7 meter dan hanya tambang yang dipaku di dinding goa yang menjadi alat
kami melewati jalan itu. Kami merambat, mengambang melewati palung itu dengan
tangan memegang tali tambang yang terdapat didinding goa. Mirip monyet sedang
berayun di pohon, bedanya landasan kami dibawah ini adalah palung yang dalam,
dan jika terperosok jelas akan tenggelam. SHIT!!
Mas Paito mencoba menenangkan kami, “Udah, nggak papa,
pegangan yang kuat aja”.
“HELOOOOOWWW….pegangan pale lu korengan! Saya nggak bisa berenang tjoyy! Kalau saya terperosok dan
tenggelem, bisa-bisa pulang badan saya udah kebungkus kafan ini”. Sialan!
Ditengah-tengah ketakutan kami akan bahaya tenggelam,
tiba-tiba muncul sekelompok bocah-bocah lokal seumuran anak kelas 6 SD yang memang sudah dari tadi mengikuti kami dari belakang. Mereka meloncat
kesana kemari, nyebur sana nyebur sini seperti mereka sedang bermain dengan
kolam renang. “Heh..bocah!! kalian nggak sadar kalau disini gelap, banyak batu
runcing, air palung juga dalem. Kok, seenak dengkul kalian main
lompat-lompatan. Kalau mampus gimana?”. Saya berlagak sok perhatian memarahi
mereka yang sebenarnya dalam hati saya merintih, menahan luka didada. Kenapa
saya nggak bisa berenang dan nggak bisa se-gila mereka. Hikxzz….
Info penting pakek banget!:
Untuk menyusuri goa ini kalian harus didampingi oleh
orang yang ahli dan berkompeten dibidangnya. Bisa menggunakan jasa warga lokal
untuk menjadi guide sebagai penunjuk jalan. Karena didalam goa terdapat banyak
lubang (palung) yang memiliki kedalaman beragam dan nggak bisa diprediksi
dimana tempatnya, karena keadaan goa yang sangat gelap. Jika tidak berhati-hati
bisa jadi anda pulang dengan mobil jenazah.
Namun, ketakutan kami saat menyusuri goa ini selalu
terbayarkan, karena disetiap perjalanan kami selalu disuguhkan pemandangan yang
UWOUW!!. Karena didalam goa ini terdapat
banyak sekali bebatuan stalagtit dan stalagmit yang unik-unik. Ada batuan yang
bisa memancarkan cahaya kelap-kelip seperti lampu diskotik, kalau nggak salah batuan
ini disebut batu permata. Selain itu, ada juga batu gong yang kalau diketuk
bisa memunculkan suara layaknya sebuah gong. Saya coba memukul salah satunya,
TOOK!,
“kok nggak bunyi”, saya coba sekali lagi,
TOKK…TOOKK!!, tetep nggak bunyi. Ternyata batu krikil.
Goblok!
Kemudian, Mas patio memukul salah satu batuan gong.
DUUNGGGG……DUUNGG……,kemudian terdengar lagu “oplosan
by Wiwik sagita”. Wiiihhhh kereennnn!!
“HALOOOOO!!!”, suara Mas Paito nyaring. Ternyata
pacarnya telfon. #Alamaakk
Ditengah goa ini juga terdapat sebuah altar beralaskan
batu yang cukup lebar, yang juga merupakan pos pemberhentian pertama. Kami bertiga
beristirahat disana dan hanya bisa meratapi nasib ketika melihat Mas Paito
berenang-renang kegirangan di palung goa sedalam 7 meter itu. “Kenapa dari
semua kegiatan, Cuma berenang yang nggak bisa saya lakukan”. *mewek mandja*
Walhasil, kamipun Cuma bisa berfoto ria melampiaskan
kesengsaraan nasib kami, meskipun Cuma kamera hape yang digunakan untuk
mengabadikan wajah binal kami bertiga.
Belum sempat saya beristirahat setelah pulang dari goa
Embultuk, Hans sms saya. Dia bilang kalau goa Embultuk dulunya pernah digunakan
sebagai tempat persembunyian anggota G30S/PKI. Dan berkemungkinan besar juga
pernah terjadi pembunuhan di situ.
WHAT THE FU*K!!
foto from: travelerkere.com
foto from: travelerkere.com
Gambar eike memasuki goa. sambil memondong ransel isi nasi kotak.
Milih jalannya harus bener. kalau nggak siap-siap nggak pulang
Petromak = Nyawa hidup
No comments:
Post a Comment