Tuesday, July 22, 2014

Palung Maut di Goa Embultuk



WHAT THE HELL!!

SHIT!!

OH, DAMN!!

WHAT THE FU*K!!

Sepucuk kalimat santun inilah yang tercetus dalam relung hati saya ketika kaki saya menapak sebuah tepi jurang. Jurang ini bukan sembarang jurang, bukan pula jurang-jurang yang sering kita jumpai kala mendaki gunung, karena jurang ini terdapat disebuah goa yang gelap dengan hanya petromak sebagai alat penerangan satu-satunya. Adalah Goa Embultuk yang berada dikawasan Blitar tepatnya di desa Tumpak kepuh, kecamatan Bakung (Searah dengan pantai Tambak Rejo).
Mungkin, tak banyak orang yang mengetahui keberadaan goa ini. Karena letaknya yang nyumpil kayak upil dan tak terlihat oleh kasat mata. Namun, ketika  memasukinya pengunjung akan dibuat tercengang oleh pesona goa ini.

Goa Embultuk merupakan goa alam yang didalamnya penuh dengan stalagmit dan stalagtit. Dengan panjang goa yang mencapai 1,5km dan tinggi mencapai 3 meter.

Bruuummm……brruummmmm….bruuummmm….
Cciiiiiiiittttttttttttttttt……………..!!!. KRROMPYAAAAANNNNGGG…………………!!!!

Kami mendarat dengan gagah berani tepat dimulut goa sekitar pukul 4 sore. Tanpa basa-basi, kamipun (Saya, Hans, dan Tia) dengan comel menggali informasi mengenai goa ini melalui Emak-emak Pedagang kaki lima disekitar goa.

Kami                       : *^!*&^%@&%^#$@&*$@$&...??
Emak-Emak PKL  : &%*^&(%)(^%&*^%(^%(*^
Kami                       : %&^%^&%^#&%^@&..?
Emak-emak PKL  : *&#*^@*^%&^%&%^(*&#^&^%@&

Saking comel-nya, percakapan kamipun tak sempat terekam bahkan oleh tape recorder sekalipun.

Setelah percakapan comel itu selesai, tiba-tiba muncul sesosok pemuda yang sangat luar biasa mengendarai motor dengan membawa sebuah petromak ditangan kirinya. Dengan tatapan sok cool mirip Al Ghazali di iklan men’s biore pemuda itu mendekati kami dengan gagahnya bak seorang sapiteng yang membawa pedang panjang. KAPITEN!!, keuluesss….
Dalam hati Saya bertanya-tanya, “Siapakah Kisanak ini?”

Disaat kegelisahan kami yang semakin memuncak karena penasaran akan siapa sosok pemuda ini, dan Si Hans yang juga udah mulai kepanasan karena nggak tahan akan kegagahan pemuda misterius ini bak banci kesiram segalon Spirtus. Tiba-tiba,  Si emak memecah kebuntuan kami,

“Naaahhhhh, ini orangnya! Kalian nanti akan masuk goa didampingi mas-nya ini”. Oouuugghhh….,ternyata doi seorang guide. Kiraan aktor telenovela. #datar
 
Sempet terjadi cek-cok antara kami dan emak-emak PKL karena biaya tour goa yang terlalu mahal (bagi kami). Kamipun mencoba menawar dengan imut memasang wajah pussypig,

“30 ribu ya, mak?” kami menawar dengan nada polos, sepolos cewek-cewek pesantren.

“Nggak boleh mas, 40 ribu”. Si emak nyolot!”

“30 RIBU”

“40 RIBUU!!!”. *mata membelalak*

“30 RIBU!”

“NGGAK BISA, KALAU MAU 40 RIBU, TITIK!!!

Akhirnya, ke-imut-an kami pun kalah dengan keganasan emak-emak yang tetep keukeuh pada harga awal. Yasudahhlahh, namanya juga emak-emak. Akhirnya disepakati harga tour goa ini sebesar 40 rebong.

Kami bertiga bergegas melepas pakaian dan sepatu nge-moll kami, bersiap memasuki goa. Nggak kece donk kalau sepatu gahol kami harus bermandikan lumpur. #eeeaakk

Blub…bleegg…beeegg…beeggg…

WHAT THE HELL!!. Saya kaget karena ketinggian air di goa ini cukup dalam hingga mencapai dada. Selain itu, tanah di goa ini tidak hanya berupa lumpur, melainkan juga batu-batuan goa yang licin dan runcing, bahkan permukaannya pun tidak merata, sehingga membuat kaki nyeker kami merintih kesakitan kala melintas pada area bebatuan tersebut. Selain itu, kami harus jongkok, merayap dan merambat melewati kedalaman goa, karena tak semua atap goa memiliki ketinggian yang sama, bahkan semakin dalam goa semakin sempit dan oksigen pun semakin berkurang. Belum lagi kami harus memondong ransel diatas kepala sambil terus berjalan menyusuri goa. Tia yang biasanya berprofesi sebagai gadis tomboy akhirnya tumbang juga. Tangannya nggak bisa lepas dari genggaman seorang guide yang diketahui bernama Paito tersebut. Kami semakin panik ketika Mas Paito bilang kalau kita hanya memiliki waktu 1 jam untuk menyusuri goa. Karena petromak yang digunakan hanya cukup untuk waktu itu. DAMN!!.

“Petromak ini merupakan alat penerangan kami satu-satunya di goa yang gelap ini. Jika kemudian petromak ini padam, lantas bagaimana kami keluar dari goa ini, bagaimana pula kami menemukan jalan keluar dari goa ini”. *mulut komat-kamit sambil baca mantra*

Belum usai kepanikan saya akan nasib petromak, didepan jalan kami dihadapkan dengan rute goa yang ekstrem. Karena tepat dibawah kami berjalan adalah sebuah palung goa (menjurus ke jurang) dengan kedalaman mencapai 7 meter dan hanya tambang yang dipaku di dinding goa yang menjadi alat kami melewati jalan itu. Kami merambat, mengambang melewati palung itu dengan tangan memegang tali tambang yang terdapat didinding goa. Mirip monyet sedang berayun di pohon, bedanya landasan kami dibawah ini adalah palung yang dalam, dan jika terperosok jelas akan tenggelam. SHIT!!

Mas Paito mencoba menenangkan kami, “Udah, nggak papa, pegangan yang kuat aja”.

“HELOOOOOWWW….pegangan pale lu korengan! Saya nggak bisa berenang tjoyy! Kalau saya terperosok dan tenggelem, bisa-bisa pulang badan saya udah kebungkus kafan ini”. Sialan!

Ditengah-tengah ketakutan kami akan bahaya tenggelam, tiba-tiba muncul sekelompok bocah-bocah lokal seumuran anak kelas 6 SD yang memang sudah dari tadi mengikuti kami dari belakang. Mereka meloncat kesana kemari, nyebur sana nyebur sini seperti mereka sedang bermain dengan kolam renang. “Heh..bocah!! kalian nggak sadar kalau disini gelap, banyak batu runcing, air palung juga dalem. Kok, seenak dengkul kalian main lompat-lompatan. Kalau mampus gimana?”. Saya berlagak sok perhatian memarahi mereka yang sebenarnya dalam hati saya merintih, menahan luka didada. Kenapa saya nggak bisa berenang dan nggak bisa se-gila mereka. Hikxzz….

Info penting pakek banget!:
Untuk menyusuri goa ini kalian harus didampingi oleh orang yang ahli dan berkompeten dibidangnya. Bisa menggunakan jasa warga lokal untuk menjadi guide sebagai penunjuk jalan. Karena didalam goa terdapat banyak lubang (palung) yang memiliki kedalaman beragam dan nggak bisa diprediksi dimana tempatnya, karena keadaan goa yang sangat gelap. Jika tidak berhati-hati bisa jadi anda pulang dengan mobil jenazah. 

Namun, ketakutan kami saat menyusuri goa ini selalu terbayarkan, karena disetiap perjalanan kami selalu disuguhkan pemandangan yang UWOUW!!.  Karena didalam goa ini terdapat banyak sekali bebatuan stalagtit dan stalagmit yang unik-unik. Ada batuan yang bisa memancarkan cahaya kelap-kelip seperti lampu diskotik, kalau nggak salah batuan ini disebut batu permata. Selain itu, ada juga batu gong yang kalau diketuk bisa memunculkan suara layaknya sebuah gong. Saya coba memukul salah satunya,

TOOK!, 

“kok nggak bunyi”, saya coba sekali lagi, 

TOKK…TOOKK!!, tetep nggak bunyi. Ternyata batu krikil. Goblok!

Kemudian, Mas patio memukul salah satu batuan gong. 

DUUNGGGG……DUUNGG……,kemudian terdengar lagu “oplosan by Wiwik sagita”. Wiiihhhh kereennnn!!

“HALOOOOO!!!”, suara Mas Paito nyaring. Ternyata pacarnya telfon. #Alamaakk

Ditengah goa ini juga terdapat sebuah altar beralaskan batu yang cukup lebar, yang juga merupakan pos pemberhentian pertama. Kami bertiga beristirahat disana dan hanya bisa meratapi nasib ketika melihat Mas Paito berenang-renang kegirangan di palung goa sedalam 7 meter itu. “Kenapa dari semua kegiatan, Cuma berenang yang nggak bisa saya lakukan”. *mewek mandja*

Walhasil, kamipun Cuma bisa berfoto ria melampiaskan kesengsaraan nasib kami, meskipun Cuma kamera hape yang digunakan untuk mengabadikan wajah binal kami bertiga. 

Belum sempat saya beristirahat setelah pulang dari goa Embultuk, Hans sms saya. Dia bilang kalau goa Embultuk dulunya pernah digunakan sebagai tempat persembunyian anggota G30S/PKI. Dan berkemungkinan besar juga pernah terjadi pembunuhan di situ. 

WHAT THE FU*K!!


foto from: travelerkere.com


 Gambar eike memasuki goa. sambil memondong ransel isi nasi kotak.


Milih jalannya harus bener. kalau nggak siap-siap nggak pulang


Petromak = Nyawa hidup

No comments:

Post a Comment